
Polisi Tangkap Pelaku Teror Online dan Perencana Aksi Anarkis
Penulis: Christhoper Natanael Raja
TVRINews, Jakarta
Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya menangkap dua pelaku yang diduga menyebarkan ancaman kekerasan dan konten teror melalui media sosial. Keduanya juga terindikasi terlibat dalam perencanaan aksi anarkis pada bulan Desember ini.
Wakil Direktur Reserse Siber Polda Metro Jaya Fian Yunus menjelaskan pengungkapan kasus ini berawal dari laporan polisi yang dibuat pada 6 Desember 2025 dengan korban berinisial FAR.
“Para pelaku dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan serta mentransmisikan informasi elektronik berisi ancaman. Ada upaya untuk menakut-nakuti, memaksa, hingga menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum,” ujar Fian kepada wartawan termasuk tvrinews.com di Gedung Polda Metro Jaya, Senin, 8 Desember 2025.
Kemudian, Kasubdit III Siber Polda Metro Jaya Rafles Langgak Putra merinci hasil penangkapan serta peran masing-masing tersangka. Pelaku pertama dalam kasus ini berinisial BDM (20 tahun)
BDM ditangkap pada 7 Desember 2025 di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat. Ia diketahui sebagai pemilik akun Instagram @bahanpeledak yang aktif sejak November 2025. Rafles mengatakan BDM membuat unggahan berbentuk ancaman dengan latar Wisma DPR.
“Pelaku memuat kalimat seperti ‘Kita adalah bayang-bayang yang kalian takuti dan kita adalah teror,’ serta ancaman lain kepada institusi tertentu,” kata Rafles.
BDM juga aktif berdiskusi dalam grup Anarko di aplikasi Session bernama A-JKT. Di grup itu, ia ikut membahas rencana aksi anarkis untuk unjuk rasa 10 Desember.
Ia bahkan membuat enam bom molotov yang masih dalam tahap produksi untuk dikirim kepada seseorang berinisial TSF.
Barang bukti yang disita antara lain ponsel Redmi 15C, akses email yang digunakan pelaku, dan enam botol berisi bahan bom molotov.
Kemudian, untuk pelaku kedua, berinisial TSF (22 tahun). Ia ditangkap pada 7 Desember 2025 pukul 4.30 WIB di Jatirahayu, Bekasi.
Ia merupakan pemilik akun Instagram @verdatius, yang sejak Juni 2025 digunakan untuk menyebarkan konten terkait sejarah dan perang, namun kemudian berkembang menjadi kanal mobilisasi massa aksi.
“TSF berperan sebagai admin atau pengendali grup Anarko A-JKT di Session dengan nama samaran verdatius,” ucap Rafles.
Meski begitu, TSF membantah telah memesan bom molotov kepada BDM. Ia mengaku sudah menghapus aplikasi Session sehari sebelum penangkapan.
Dari tangan TSF, polisi menyita ponsel iPhone X, laptop berisi dokumentasi kericuhan aksi, masker gas, serta pakaian serba hitam yang diduga digunakan saat unjuk rasa.
Selain dua akun utama milik tersangka, penyidik menemukan beberapa akun lain yang terkait dengan upaya mempersiapkan kerusuhan.
“Beberapa akun itu membahas pembuatan bom pipa, rencana penyerangan kantor polisi, hingga upaya menjebak petugas ke lokasi yang sudah dipersiapkan,” tutur Rafles.
Para pelaku menggunakan media sosial untuk menyebarkan ancaman dan upaya teror. Konten tersebut dibuat untuk menakut-nakuti publik sekaligus mendorong aksi anarkis saat demonstrasi.
Editor: Redaktur TVRINews
