
Foto: Kapolresta Bandara Soekarno-Hatta Kombes Ronald FC Sipayung (kedua dari kiri) saat konferensi pers di Polresta Bandara Soekarno-Hatta, Kamis, 9 Oktober 2025.
Penulis: Ridho Dwi Putranto
TVRINews, Jakarta
Kepolisian Resor Kota (Polresta) Bandara Soekarno-Hatta telah menggagalkan keberangkatan 430 calon pekerja migran Indonesia (CPMI) ilegal sepanjang Juni hingga 6 Oktober 2025.
Dari hasil penyelidikan, polisi menetapkan 39 orang tersangka yang terlibat dalam jaringan pengiriman pekerja migran non-prosedural ke luar negeri.
“Dari 15 laporan polisi yang kami tangani sejak Juni sampai awal Oktober, telah ditetapkan sebanyak 39 tersangka,” ujar Kapolresta Bandara Soekarno-Hatta Kombes Ronald FC Sipayung dalam konferensi pers yang diunggah melalui kanal Instagram @polrestabandarasoetta, Kamis, 9 Oktober 2025.
Dari jumlah itu, 14 tersangka telah ditahan, sementara satu tersangka perempuan tidak ditahan karena memiliki bayi. Sebanyak 24 orang lainnya masuk daftar pencarian orang (DPO) dan masih diburu.
"Barang bukti yang disita meliputi paspor, boarding pass, KTP, serta sejumlah kendaraan yang digunakan untuk mengantar CPMI ke bandara," ungkapnya.
Ronald menjelaskan, para pelaku bermotif ekonomi dengan imbalan Rp2-7 juta per orang yang berhasil diberangkatkan secara ilegal. Sementara para korban dijanjikan gaji Rp16 juta hingga Rp30 juta per bulan di luar negeri.
"Negara tujuan pekerja ilegal itu meliputi Kamboja, Arab Saudi, Malaysia, Oman, Singapura, Laos, China, Korea Selatan, dan Taiwan," katanya.
Para korban dijanjikan berbagai pekerjaan seperti asisten rumah tangga, pekerja restoran, dan buruh perkebunan, namun sebagian justru dikirim untuk aktivitas ilegal seperti judi online dan penipuan daring.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polresta Bandara Soekarno-Hatta Kompol Yandri Mono menambahkan, dalam periode Juli–Oktober 2025 pihaknya bersama instansi terkait telah menyelamatkan 430 CPMI yang akan berangkat tanpa prosedur resmi.
“Selama empat bulan, tim melakukan pencegahan terhadap 430 orang CPMI non-prosedural. Seluruhnya telah kami interogasi,” ujarnya.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda hingga Rp15 miliar.
Selain itu, mereka juga dikenakan UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dengan ancaman 3 hingga 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp600 juta.
Editor: Redaksi TVRINews